Muria di mata masyarakat punya daya tarik tersendiri. Satu sisi, Muria punya daya tarik religiusitas karena adanya makam Sunan Muria. Di sisi lain, Muria juga menyimpan eksotisme alam yang menarik untuk dinikmati. Suguhan wisata alam yang terbentuk secara alami maupun hasil peradaban memungkinkan Muria menjadi objek pariwisata dan penelitian. Bahkan gunung yang punya ketinggian 1602 meter di bawah permukaan laut (Mdpl) ini punya lokasi puncak yang tak kalah eksotis dengan puncak lainnya di Jawa Tengah atau Indonesia sekalipun. Bermimpi menaklukannya menjadi salah satu agenda wajib bagi masyarakat yang berada di sekitarnya.
Puncak Songolikur berada di gunung Muria, letak geografisnyanya ada di sebelah Barat desa Colo. Puncak ini termasuk dalam wilayah administratif desa Rahtawu kecamatan Gebog Kudus. Puncak ini mempunyai dua rute pendakian. Rute pertama dari desa Rahtawu sendiri, yakni melalui pos pendakian dukuh Semiliro desa Rahtawu Kudus, dan rute ke dua melaui pos pendakian desa Tempur kecamatan Keling Jepara. Dalam pengamatan penulis yang juga pernah menapakkan kaki di dua desa berbeda kabupaten tersebut, kedua desa tersebut memang ramah bagi pendakian. Pasalnya, keduanya merupakan cekungan dan punya aliran sungai yang bisa dimanfaatkan pendaki lebih bisa istirahat dan menyimpan tenaga.
Sebenarnya, Tak banyak masyarakat yang mengenal puncak Songolikur, bahkan bagi sebagian warga di ekskarisedenan Pati, di mana kawasan pegunungan Muria berada, Puncak Songolikur atau Puncak Saptorenggo, masih awam informasi. Hanya beberapa kalangan saja. Hal tersebut disebabkan kuatnya daya tarik religiusitas masyarakat dengan keberadaan makam Sunan Muria, terutama untuk berziarah.
Namun, puncak Songolikur tetap dikenal di telinga masyarakat yang gemar dengan petualangan dan pendakian. Sebagian kalangan bahkan sudah punya rencana dan bermimpi menaklukkan. Salah satunya Lilik Burhan Aminudin (27), yang sekarang masih bersetatus mahasiswa perguruan tinggi swasta di kota Yogyakarta.
Pria asal desa Sundoluhur, Kayen Pati ini sudah biasa melakukan pendakian, terutama di Jawa Tengah. Pria yang aktif di salah satu kegiatan mahasiswa Mapala ini gemar menaklukan puncak. Beberapa puncak gunung yang sudah ditaklukkan adalah Merbabu yang punya ketinggian 3.145 mdpl, Merapi dengan 2.914 mdpl, Ungaran dengan 2.050 mdpl dan Lereng Deles berketinggian 1.500 mdpl.
“Sebagai kategori pemula, belum banyak pengalaman yang didapat,” katanya, Jumat (25/1).
Menurut Lilik, sapaan akrabnya, Adventure adalah salah satu dari tiga ideology Mapala yang sekarang digeluti. Jadi, sebagai anak Mapala pasti punya angan-angan untuk “menaklukkan” semua puncak gunung di Indonesia, terutama di Jawa Tengah.
Saat diwawancarai seputar puncak Songolikur, pria berambut panjang ini menyatakan belum tau dan belum pernah ke puncak tersebut. Namun, dia punya harapan suatu saat akan ke sana.
“Sebagai orang Jawa, kurang afdol rasanya jika tidak menaklukkan semua gunung yang berada di Jawa. Jadi, mimpi untuk menaklukan masih menjadi tujuan selanjutnya,” ungkapnya.
Dia menambahkan bahwa semua gunung, mempunyai karakteristik berbeda-beda. Terkhusus puncak Songolikur di Muria. Karakteristik gunung di Jawa bagian Utara sangatlah berbeda, dikarenakan gunung di bagian ini termasuk dalam kategori gunung tidak aktif. Kesimpulannya, pegunungan di Jawa bagian utara tidak ada yang aktif sedangkan di bagian selatan rata-rata aktif.
“Jadi, belum ada bayangan sama sekali tentang puncak ini,” terangnya sambil menjelaskan bahwa pendakian yang dilakukan selama ini di gunung yang masih aktif dan tentu mengeluarkan gas yang mengandung belerang.
“Setiap puncak pasti menyuguhkan eksotisme yang berbeda, efeknya kesan yang didapat pun berbeda. Di Merbabu, memberi kesan pertama tentang pendakian sebuah gunung. Kemudian, Merapi memberikan pengalaman berbeda karena merupakan “dedengkot” gunung di pulau jawa khususnya Jawa Tengah. Ungaran menjadi spesial karena merupakan salah gunung yang mempunyai jarak paling dekat dengan “homeground” saya dan juga karena menawarkan banyak varian vegetasi,” tambahnya asik bercerita.
Namun, dari beberapa gunung yang telah ia datangi, hanya Merapi yang menurutnya bisa memuaskan hasrat diri dan rohaninya. Menurutnya, Merapi, walaupun sebenarnya tidak mempunyai puncak, tetap memberikan kesan yang sulit ditandingi oleh gunung-gunung lain.
“Menaklukan Merapi menjadi sebuah kebanggan tersendiri, karena Merapi merupakan teror bagi pulau Jawa. Sehingga, menaklukkanya memberikan sebuah kepuasan rohani tersendiri,” kesannya.
Berkelompok
Pendakian ke puncak merupakan perjalanan yang berat, di samping membutuhkan skill pendakian yang tentu setiap pribadi berbeda, juga ketahanan tubuh seorang pun berbeda-beda juga. Sehingga pada saat itu, berkelompok menjadi salah satu jalan keluar yang urgen. Kelompok tersebut setidaknya punya tugas sendiri-sendiri yang dibutuhkan saat perjalanan pendakian dimulai. Mulai dari persiapan tim, perbekalan, perlengkapan, medis hingga peta pendakian.
Menurut Lilik, yang pernah menjadi ketua tim pendakian, total barang bawaan dapat mencapai 50 item yang diwaba setiap kelompok. “Total jika dihitung per-item, jumlahnya dapat mencapai 50 item atau bahkan lebih,” jelasnya.
Dia juga menjelaskan bahwa standarisasi gunung hutan adalah sarat wajib yang harus dipenuhi untuk mendaki sebuah gunung. Sehingga kelompok merupakan bagian penting dari manajemen perjalanan tersebut. Dalam manajemen perjalanan ini, kelompok berfungsi sebagai batasan bagi kita dan terutama sebagai rescue jika terjadi apa-apa. Selain itu tidak banyak mengeluh dan siap mental.
Ketika disinggung tentang perlukah memakai jasa pemandu, Lilik langsung menjelaskan bahwa Dasar-dasar Mapala adalah ilmu tentang gunung hutan. Jadi, peta, kompas, protaktor dan perlengkapan navigasi sudah cukup memberitahukan kepada kita kemana arah kita berjalan.
“IMPK atau ilmu medan peta kompas merupakan pendidikan dasar yang wajib diketahui oleh Mapala. Ilmu ini meliputi penggunaan peta dan kompas sebagai alat navigasi. Jika memakai jasa Guide, bisa dihitung dari perhari, per-pendakian, barang bawaan atau seikhlasnya itu pun jika penduduk lokal,” akunya.
Data yang dihimpun oleh Parist, dalam satu pendaki yang berkelompok, masing-masing biasa mengeluarkan biaya mulai Rp. 80 ribu untuk area Jawa Tengah, hingga Rp. 200 ribu untuk region Jawa. Meskipun murah, tapi sudah menjanjikan sebuah petualangan yang menarik. Refreshing menjadi tujuan utama dari pendakian.
Hal tersebut yang mendasari laki-laki yang sekarang sibuk bisnis online berkeinginan menaklukkan puncak Songolikur yang ada Muria. Karakteristiknya yang berbeda, menjadikan daya tarik tersendiri untuk mengunjunginya.
“Tidak ada criteria khusus, tapi sebagai anak gunung hutan, menjadi sebuah keharusan untuk menaklukan puncak-puncak gunung lain,” ungkapnya sembari tersenyum mengakhiri perbincangan hangat ini.
Hubeb Muhajir / Parist
Sumber : www.paradidmaintitute.com
Terimakasih Anda telah membaca tentang
Judul:
Rating: 100% based on 99998 ratings. 5 user reviews.
Ditulis Oleh
Semoga informasi